JAKARTA - Para pemimpin Indonesia harus mewaspadai langkah-langkah Malaysia yang berusaha menggiring masalah blok Ambalat ke meja perundingan melalui cara-cara yang licik, yaitu sengaja melakukan pelanggaran. Dengan melakukan pelanggaran demi pelanggaran di blok Ambalat, pemerintah negeri jiran itu ingin melihat reaksi Indonesia yang pada umumnya selalu menawarkan perundingan, lalu kemudian setelah itu, Malaysia akan mengajukan gugatan bahwa bagian dari wilayah NKRI itu adalah milik mereka.
Upaya-upaya Malaysia ini pun nampaknya berhasil mempengaruhi para pemimpin Indonesia yang kemungkinan besar malah akan me-nawarkan perundingan dengan Malaysia. Padahal peru-ndingan itu tak diperlukan karena blok Ambalat jelas-je-las milik Indonesia.
Demikian tersimpul dari hasil wawancara Harian Terbit dengan pakar hukum laut internasional, Prof DR Dimyati Hartono dan pengamat militer MT Arifin, Sabtu (6/6), terkait perkembangan kasus Ambalat yang hingga kini tak berkesudahan. Blok Ambalat, kata Dimyati, jelas masuk wilayah Indonesia, karena itu Indonesia harus memiliki sikap bertahan.
Arifin secara tegas mengatakan, pemerintah Indonesia saat ini kehilangan arah. Dalam kasus Ambalat seharusnya Indonesia tidak perlu melakukan negosiasi dengan Malaysia.
Arifin juga menyebut, kelemahan Indonesia ada pada Presiden Yudhoyono, yang terlalu gampang ”meingkuti’ kemauan pihak luar, sehingga Malaysia menganggp remeh Indonesia.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Deplu RI mengintensifkan proses perundingan soal perbatasan dengan Malaysia untuk mengurangi potensi beda pendapat soal batas wilayah laut, jangan sampai merugikan salah satu pihak.
“Presiden meminta Deplu untuk melakukan upaya akselerasi agar perundingan dengan Malaysia bisa berjalan secara efisien,” kata Menko Polhukam Widodo AS usai rapat membahas soal batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia, Rabu (3/6).
Batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia yang dibahas itu meliputi batas wilayah laut di Selat Malaka, Johor, Laut China Selatan, serta wilayah Ambalat.
Menurut Dimyati, Pemerintah Indonesia sebenarnya punya hak menangkap kapal patroli Malaysia yang memasuki blok Ambalat tanpa izin. Karena wilayah tersebut sudah diakui dunia internaional sebagai bagian dari wilayah RI.
Dimyati menjelaskan, berdasarkan hukum laut internasional atau konvensi hukum laut PBB (United Nation Convention Law of Sea-UNCLOS) yang telah dituangkan dalam UU No.17 tahun 1984, Ambalat diakui dunia internasional sebagai bagian dari wilayah Indonesia.
“Jadi posisi Indonesia dalam kasus Ambalat bukan mengklaim. Tapi mempertahankan kedaulatan wilayah. Berdasarkan aturan internasional siapa pun yang melanggar wilayah suatu negara, negara tersebut berhak mempertahankan diri,” tegas Dimyati.
Dalam kasus Ambalat ini, kalau ada kapal patroli Malaysia memasuki Ambalat bisa saja digiring masuk ke pelabuhan Indonesia selanjutnya ditangkap. “Kapal nelayan saja tidak boleh melanggar batas wilayah negara lain, apalagi kapal patroli atau kapal perang,” ujarnya.
Menanggapi sikap pemerintah Indonesia dan Malaysia masih akan merundingkan Ambalat, Dimyati mengatakan jangan sampai Indonesia terkecoh seperti kasus Sipadan dan Ligitan. “Perundingan nanti harus menghasilkan pengakuan Malaysia bahwa Blok Ambalat adalah milik Indonesia,” tambahnya.
“Kita harus waspada jangan sampai dalam perundingan nanti Indonesia digiring Malaysia untuk membawa kasus Ambalat ke Mahkamah Intrernasional seperti kasus Sipadan dan Ligitan,” katanya.
“Saya kira Malaysia ini serakah. Setelah berhasil mengambil Sipadan dan Ligitan dia juga ingin mengambil Blkok Ambalat dengan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional,” ujarnya
“Sudah jelas-jelas wilayah Ambalat itu bagian dari NKRI, Tidak perlu kita negosiasi dengan Malaysia. Yang melanggar itu bukan kita, tapi Malaysia,” kata MT Arifin.
Diungkapkan, langkah pemerintah yang melakukan negosiasi dengan Malaysia tidak ada gunanya, karena langkah tersebut justru hanya menguntungkan dan memanjakan Malaysia.
Menurut Arifin, pemerintahan saat ini sudah tidak bisa diharapkan untuk menyelesaikan kasus Ambalat. Dengan demikian, yang perlu dilakukan adalah memperkuat pertahanan baik dari aspek militer, maupun mempersiapkan kekuatan dari rakyat Indonesia sendiri.
“Persiapkan kekuatan militer dan rakyat untuk menjaga perbatasan di Ambalat. Selain itu juga, Pemerintah terus aktif untuk memasukan kasus ini ke Mahkamah Internasional dengan menggunakan kekuatan diplomasi internasional yang harus dilakukan oleh pemerintah,” ujarnya.
Dikatakan, dampak kurangnya perhatian pemerintah terkait dengan anggaran yang minim untuk TNI memang tak dirasakan secara langsung. Tapi, dampaknya akan dirasakan di saat-saat kasus seperti Ambalat ini, yang mengancam kedaulatan Indonesia.
Kekuatan persenjataan, lanjutnya, dan peralatan-peralatan pertahanan yang begitu penting untuk menjaga batas-batas teritorial Indonesia tidak diperhatikan oleh pemerintah.
Reaksi keras yang ditunjukkan rakyat Indonesia atas sikap Malaysia yang kapal perangnya sering melanggar batas wilayah atau memasuki Ambalat ditanggapi dingin oleh rakyat Malaysia.
Direktur Kajian Sosiologis Indonesia, Khairudin Harahap dihubunghi di Kuala Lumpur Sabtu pagi mengatakan kasus Ambalat tidak menjadi topik pembicaraan rakyat Malaysia.
Koran-koran mau pun TV setempat hanya memberitakan pernyataan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Muhidin Yasin yang minta kasus Ambalat jangan dijadikan sensasi tapi akan diselesaikan secara baik-baik dengan Indonesia. (lam/abe)
sumber : http://www.harianterbit.com/artikel/fokus/artikel.php?aid=69178
0 comments:
Post a Comment